Jumat, 12 November 2010

MEMBUMIKAN PEMBANGUNAN KEPEMUDAAN

Peran pemuda dipengaruhi antara lain oleh konstelasi normatif yang mengaturnya. UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, memosisikan ormas termasuk ormas pemuda (OKP) sebagai obyek pembangunan. OKP adalah “wadah pembinaan” yang efektivitasnya diukur dari besarnya dukungan dan peran serta OKP dalam pembangunan.
Model pembinaan warisan lampau itu menjadi instrumen pengembangan “kader pembangunan”. Dalam praktik, pembinaa cenderung dan ekuivalen dengan pembinaan politik yang elitis. Meski bukan haram, ditunjang oleh format dan iklim politik ketika itu, pembangunan kepemudaan menjadi lebih dekat dengan kaderisasi politik.
Model pembinaan mewariskan pula “program-program pencarian bakat” seperti pemilihan pemuda pelopor, pemilihan duta wisata dan sejenisnya. Program seperti itu terkesan memetik dan mamanen hasil pada ladang yang terbengkelai. Aspek penciptaan ruang dan proses pengembangan potensi pemuda tidak menjadi program prioritas.
Model pembinaan yang elitis itu belum sepenuhnya down to eart (membumi) menyelesaikan persoalan kekinian pemuda. Banyak kaum muda tak kuasa menolak pengaruh destruktif: terjerat narkoba, pergaulan bebas hingga terorisme. Kaum muda juga berhadapan dengan sempitnya lapangan kerja dan peluang usaha.
Sebagai gambaran, hasil mengejutkan diperoleh dari penelitian perilaku menyimpang seks bebas di kalangan pelajar SMA di Kabupaten Malang oleh CV Orbit Nusantara. Dari hasil acak 404 siswi ternyata 29 persennya atau 116 siswa sudah tidak perawan akibat hubungan seks bebas. (Suara Merdeka, 13/10/2010)
Tidak sedikit kaum muda terjerat narkoba. Menurut data yang dihimpun Yayasan Intan Maharani, pada 2009 sekitar 37 persen dari 3,6 juta pengguna narkoba di seluruh Indonesia adalah kalangan pelajar dan mahasiswa, naik dari jumlah pada 2003 yang hanya 18,3 persen. (Antara News, 29/07/2010)
Tingkat pengangguran pemuda juga mengkhawatirkan. Berdasarkan data Sakernas 2006, angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pemuda tingkat nasional sebesar 17,65 persen. Sampai Agustus 2007, Angka TPT pemuda tingkat nasional menurun menjadi 15,30 persen. (Direktorat KPPO, Bappenas)
Paradigma Pelayanan
Fenomena “gunung es” permasalahan pemuda itu membutuhkan paradigma yang membumi untuk menjawab dan menyelesaikannya. Paradigma yang mengembangkan potensi pemuda dan memberikan imunitas dari pengaruh destruktif. Paradigma yang membantu pemuda dalam merespon realitas kekinian dan menkonstruksi masa depan dirinya dan bangsanya.
Merujuk UU Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, perlu dikembangkan pelayanan kepemudaan untuk mencapai pemuda yang maju, yaitu pemuda yang berkarakter, berkapasitas, dan berdaya saing. Pelayanan kepemudaan itu meliputi 5 (lima) upaya, ialah (1) penyadaran; (2) pemberdayaan; (3) pengembangan kepemimpinan; (4) kewirausahaan; serta (5) kepeloporan pemuda.
Untuk itu, Pemerintah bertanggung jawab melakukan penajaman, koordinasi dan sinkronisasi agar pelayanan kepemudaan berjalan efektif. Pemerintah perlu menyusun strategi, rencana aksi, program dan pendanaan yang komprehensif dan integral sehingga pemuda yang maju adalah sukses bangsa yang dicapai dengan sengaja (by design). Tidak boleh lagi terjebak pada program-program temporal yang menjadikan urusan kepemudaan sebagai obyek semata.
Demikian pula pemuda, khususnya organisasi kepemudaan, secara normatif harus melakukan rejuvenasi. UU Kepemudaan mendefinisikan pemuda sebagai warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Implikasinya, organisasi kepemudaan harus merubah AD/ART. KNPI misalnya, selama ini mensyaratkan umur 40 (empat puluh) tahun untuk duduk dalam kepengurusan. Dalam praktik bahkan banyak pengurus OKP yang berumur lebih dari 40 tahun.
Tentu saja, rejuvenasi tidak semata persoalan umur. Rejuvenasi jauh menyentuh pada gagasan besar bagaimana mengembangkan diri melalui strategi berbeda, memperbaiki dan mengganti jaringan, pendekatan dan model yang usang. Rejuvenation is the reversal of aging and thus requires a different strategy, namely repair of the damage that is associated with aging or replacement of damaged tissue with new tissue. (Wikipedia)
Fokusnya adalah bagaimana memperkuat posisi dan kesempatan kepada ± 62,77 juta jiwa pemuda, untuk mengembangkan potensi, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-citanya serta memberikan imunitas kepada mereka.
Gagasan besar dan strategis itu hanya bisa dicapai melalui sinergitas visi dan aksi membumi yang berkelanjutan dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan tentu pemuda sendiri.